Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kata Ulang

1. Pengertian Kata Ulang

Reduplikasi adalah proses pengulangan kata, baik secara utuh maupun sebagian. Kata yang dibentuk dengan reduplikasi atau pengulangan, baik pengulangan seluruh bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar, baik dengan perubahan ataupun tanpa perubahan, dalam bahasa Indonesia disebut kata ulang. Atau, kata ulang juga dapat diartikan sebagai bentuk kata yang di dalamnya terdapat kata dasar atau bentuk dasar yang diulang. Dalam hal ini, kita harus dapat membedakan antara kata dasar dengan bentuk dasar. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat imbuhan, baik berupa awalan, sisipan, ataupun akhiran. Sedangkan, bentuk dasar adalah bahasa yang menjadi dasar pembentukan bentuk bahasa yang lebih besar. Contohnya: kata ulang perumahan-perumahan kata dasarnya rumah sedangkan bentuk dasarnya perumahan.
2. Bentuk Kata Ulang

Seperti yang sudah kita ketahui bersama kata ulang ialah kata yang terbentuk sebagai hasil proses pengulangan. Menurut proses pembentukannya, kata ulang dapat dibedakan menjadi empat yaitu sebagai berikut:
II.1.1. Kata Ulang Utuh
Kata ulang utuh atau kata ulang murni, disebut juga dwilingga ialah kata ulang yang dibentuk dengan mengulang seluruh morfem tanpa perubahan secara fonemis, termasuk jenis ini semua bentuk kata ulang hasil perulangan kata secara utuh. Dengan kata lain, bentuk kata yang diulang sama dengan perulangannya. Contoh: meja-meja, sekolah-sekolah, jangan-jangan, dan sebagainya. Kata ulang utuh dapat dibentuk dengan tiga cara sebagai berikut:
a. Kata ulang utuh dengan bentuk dasar tanpa imbuhan.
Contoh: pohon-pohon, cepat-cepat.
b. Kata ulang utuh yang dibentuk dari kata berimbuhan (kata berimbuhan diulang seluruhnya).
Contoh: permainan-permainan, perubahan-perubahan.
c. Kata Ulang utuh yang dibentuk dari kata majemuk.
Contoh: saputangan-saputangan.
II.2.1. Kata Ulang Berubah Bunyi
Kata ulang berubah bunyi atau kata ulang variasi,juga disebut dwilingga salin suara ialah kata ulang yang dibentuk dengan perubahan secara fonemis, baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan.
Perulangan vokal : bolak-balik, serba-serbi, teka-teki.
Perulangan konsonan : sayur-mayur, lauk-pauk, cerai-berai.
Proses perubahan fonem (bunyi) pada kata ulang berubah bunyi terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Komponen pertama sebagai pokok, misalnya:
sayur-mayur (komponen pokoknya adalah kata sayur)
ramah-tamah (komponen pokoknya adalah kata ramah)
Pada kedua contoh di atas bunyi yang mengalami perubahan adalah bunyi konsonannya.
2. Komponen kedua sebagai pokok, misalnya:
corat-coret (komponen pokoknya adalah kata coret)
bolak-balik (komponen pokoknya adalah kata balik)
Pada kedua contoh di atas bunyi yang mengalami perubahan adalah bunyi vokal.
3. Tidak ada komponen utamanya, misalnya:
mondar-mandir
compang-camping
Kata ulang ini juga telah mengalami perubahan bunyi vokal dan hanya mempunyai makna apabila seluruh bentuk ulang ini dipakai. Oleh karena itu, ada ahli bahasa yang menyebutnya dengan kata dasar. Baik komponen mondar atau mandir, compang atau camping masing-masing bila berdiri sendiri tidak mempunyai makna.
Kata ulang berubah bunyi jika dilihat dari bunyi yang berubah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Kata ulang berubah vokal, yaitu kata ulang yang mengalami perubahan vokal pada bentuk dasarnya.
Contoh: bolak- balik, mondar-mandir, gerak-gerik.
b. Kata ulang berubah konsonan, yaitu kata ulang yang mengalami perubahan konsonan pada bentuk dasarnya.
Contoh: sayur-mayur, ramah-tamah, lauk-pauk.
c. Kata ulang berubah vokal dan konsonan yaitu kata ulang yang berubah vokal dan konsonannya.
Contoh: tunggang-langgang.
3.1. Kata Ulang Sebagian
Kata ulang sebagian ialah bentuk pengulangannya pada bagian suatu kata. Pengulangan itu biasanya dilakukan pada sebagian kata yang diulang. Terdapat dua jenis kata ulang sebagian yaitu:
a. Kata ulang yang pengulangannya pada sebagian kata yang diulang.
Contoh: ditarik-tarik, tertawa-tawa.
Jenis kata ulang sebagian ini merupakan kata ulang yang komponen pokoknya adalah kata berimbuhan atau kata dasar sekunder. Kata berimbuhan yang merupakan komponen pokok tersebut hanya diulang sebagian saja.
b. Kata ulang yang pengulangannya hanya pada suku kata yang diulang.
Contoh: sesama, lelaki.
Pengulangan pada suku awal disebut juga dengan dwipurwa. Dalam bentuk perulangan ini, vokal pada suku pertama kata dasar mengalami pelemahan dan bergeser menjadi e lemah (pepet). Pada contoh di atas kata sesama berasal dari kata ulang sama-sama kemudian menjadi sasama, selanjutnya vokal a melemah menjadi e. Sehingga, menjadi kata ulang sesama. Proses yang sama berlaku juga pada kata lelaki yang berasal dari kata ulang laki-laki.
4.1. Kata Ulang Berimbuhan
Kata ulang berimbuhan adalah kata ulang dengan penambahan afiks atau imbuhan atau kata ulang yang dibentuk dengan mengulang bentuk dasarnya, sekaligus menambahkan imbuhan. Berdasarkan proses pengulangannya ada tiga macam kata ulang berimbuhan yaitu sebagai berikut:
a. Kata dasar yang berupa kata asal diulang dengan mendapat imbuhan.
Contoh: rumah-rumahan (kata dasarnya rumah), mobil-mobilan (kata dasarnya mobil)
Pada contoh di atas komponen kedua dari kedua kata ulang tersebut mendapat imbuhan.
b. Kata dasar yang berupa kata berimbuhan diulang seluruhnya secara lengkap.
Contoh: perumahan-perumahan (kata dasarnya perumahan), peraturan-peraturan (kata dasarnya peraturan).
Pada contoh di atas kata dasarnya merupakan kata yang sudah mendapatkan imbuhan, kemudian kata tersebut diulang seluruhnya.
c. Kata dasar yang berupa kata berimbuhan diulang sebagian.
Contoh: melambai-lambai (kata dasarnya melambai), menari-nari (kata dasarnya menari).
Pada contoh di atas kata dasarnya merupakan kata berimbuhan, kemudian diulang sebagian sehingga komponen kedua merupakan kata dasar yang tidak mendapat imbuhan.

3. Makna Perulangan

Kata ulang mempunyai bermacam-macam makna tergantung pada, jenis kata, kalimat dimana kata ulang tersebut digunakan dan bentuk kata ulang itu sendiri. Berikut ini, merupakan beberapa makna yang dapat ditimbulkan dari kata ulang adalah sebagai berikut:
1. Bermakna banyak atau lebih dari satu
Contoh: Puisi-puisi karangan Rudi dimuat dalam koran Bali Post yang terbit hari ini.
Bunga-bunga itu dibeli Ibu di pasar.
2. Bermakna bermacam-macam atau berbagai jenis.
Contoh: Akar-akaran itu sangat baik bila digunakan untuk obat-obatan.
Paman Andi berjualan sayur-sayuran di pasar.
3. Keadaan atau kondisi sesuatu (dapat bermakna meskipun).
Contoh: Panas-panas begini pemulung itu tetap bekerja.
Mentah-mentah dimakannya juga mangga itu.
4. Kemiripan rupa atau bentuk (tiruan).
Contoh: Mereka membuat kuda-kudaan dari kayu.
Mobil-mobilan itu dibelikan Ayahnya.
5. Intensitas frekuentatif atau berulang-ulang.
Contoh: Anak kecil itu melempar-lempar batu ke jalan.
Para peserta seminar mengangguk-angguk ketika dijelaskan tentang bahaya dari Narkoba.
6. Intensitas kualitatif atau mengangkat suatu keadaan.
Contoh: Ikatlah kayu baker itu erat-erat.
Saya ingin menyelesaikan puisi ini cepat-cepat.
7. Perbuatan yang dilakukan berbalasan atau saling.
Contoh: Kita sebagai manusia harus hidup tolong-menolong.
Kedua pendekar itu tendang-menendang.
8. Agak atau menyerupai.
Contoh: Tingkah lakunya masih kekanak-kanakan.
Warna bajunya kemerah-merahan.
9. Hal-hal yang berhubungan dengan yang tersebut pada bentuk dasarnya.
Contoh: Tulis-menulis puisi memang sudah menjadi hobinya.
Cuci-mencuci memang sudah menjadi keahliannya.
10. Pekerjaan yang dilakukan dengan seenaknya.
Contoh: Saya sedang membaca-baca cerpen di tempat tidur.
Orang itu duduk-duduk di taman.
4. Tambahan Dalam Penggunaan Kata Ulang

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan kata ulang dan ada beberapa tambahan yang berhubungan dengan kata ulang, yaitu sebagai berikut:
1. Penggunaan tanda hubung (-)
Perlu diperhatikan bahwa dalam penulisan kata ulang harus menggunakan tanda hubung (-). Jangan menulis kata ulang seperti: makan makan, berlari lari, turun temurun, dorong mendorong, kekanak kanakan, minum minuman.
2. Penggunaan kata gabung
Pengulangan kata gabung pada umumnya, hanya kata pertama yang diulang apabila kata pertama itu kata benda. Kata kedua yang memberi keterangan pada kata pertama itu tidak diulang karena keterangan itu sama saja kedudukannya baik menerangkan kata benda tunggal ataupun jamak. Misalnya, meja tulis, rumah batu, surat kabar bila diulang bentuknya akan menjadi, meja-meja tulis, rumah-rumah batu, surat-surat kabar.
Hal ini akan mempermudah kita mengulang kata keterangan yang merupakan frase yang panjang. Misalnya, guru bahasa Indonesia senior pria, jika diulang seluruhnya akan menjadi panjang sekali, sedangkan jika kita ulang akan menjadi guru-guru bahasa Indonesia senior pria arti jamak yang akan kita kemukakan sudah terungkap. Kecuali apabila bentuk kata gabung sudah merupakan sebuah istilah dan mengandung arti yang terpadu atau senyawa. Misalnya, segitiga-segitiga sama kaki. Kata segitga itu pun harus dituliskan serangkai karena sudah dianggap senyawa.
3. Bentuk ulang dengan awalan meng-
Bila fonem awal kata yang akan diulang berupa vokal, maka bunyi sengau /ng/ tidak perlu di ulang, misalnya:
ulang menjadi mengulang-ulang bukan mengulang-ngulang
ulur menjadi mengulur-ulur bukan mengulur-ngulur
Bila fonem awal kata yang akan diulang itu /k/, maka /k/ yang luluh oleh awalan me- menjadi /ng/ harus diulang (pada ruas kedua), misalnya:
kacau menjadi mengacau-ngacau bukan mengacau-kacau
kira menjadi mengira-ngira bukan mengira-kira ataupun mengira-ira (kata dasarnya bukan ira)
4. Bentuk ulang terdesak akhiran –an
Dalam pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini, ada bentuk ulang yang terdesak oleh bentuk berakhiran -an yaitu kata ulang kata bilangan. Bentuk beribu-ribu, berjuta-juta, beratus-ratus walaupun masih dipakai, ternyata telah tersaingi oleh bentuk ribuan , ratusan, jutaan.
Beribu-ribu orang datang menyaksikan pertandingan itu.
Ribuan orang datang menyaksikan pertandingan itu
5. Pergeseran arti bentuk jamak
Pada beberapa kata pungut dalam bahasa Indonesia mengalami pergeseran arti. Misalnya, kata dalam bahasa asalnya menyatakan pengertian jamak, dalam bahasa Indonesia dipakai dalam arti tunggal. Kata-kata seperti unsur, alim, ruh (roh) dari bahasa Arab menyatakan pengertian tunggal, sedangkan bentuk jamaknya ialah anasir, ulama, arwah. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata bentuk jamak dipakai dengan arti tunggal sehingga dalam pengertian jamak masih diulang. Perhatikan contoh berikut!
Semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Haji Nahrowi seorang ulama yang cukup disegani di kampong ini.
Bila dikatakan misalnya Menteri Hankam mengundang ulama-ulama seluruh Jawa, dalam hal ini tidak terjadi gejala pleonasme karena telah disebutkan sebelumnya bahwa kata itu sudah mengalami pergeseran arti.
6. Bentuk ulang kata ganti untuk menegaskan
Beberapa contoh:
Yang tidak setuju tentu mereka-mereka juga.
Kalau ada apa-apa, kita-kita juga yang harus bertanggung jawab.
Pengulangan kata ganti dalam kalimat di atas berfungsi menyatakan penegasan. Bukan menyatakan jamak atau ketaktunggalan.kalimat tersebut searti denga kalimat berikut:
Yang tidak setuju tentu selalu mereka juga.
Kalau ada apa-apa, selalu kita juga yang harus bertanggung jawab.
Pengulangan kata seperti itu sama fungsinya dengan pengulangan kata seperti dalam kalimat berikut:
Mereka selalu membicarakan yang itu-itu juga.
Yang itu-itu juga artinya ”tiap kali yang itu juga”.
Jadi, pengulangan itu berfungsi memberikan penekanan pada kata itu.
Dilihat dari segi fungsi pengulangan seperti yang dijelaskan di atas, pengulangan kata ganti orang mereka-mereka, kita-kita tidak salah. Bentuk itu memperkaya pengungkapan bahasa Indonesia.
7. Bentuk lain kata ulang
Selain menurut proses pembentukanya, kata ulang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok lagi. Menurut jenis kata yang di ulang, kata ulang dapat dibedakan menjadi:
(1) Kata ulang kata benda
Contoh: biji-bijian, batu-batuan.
(2) Kata ulang kata kerja
Contoh: berlari-lari, baca-baca.
(3) Kata ulang kata sifat
Contoh: pusing-pusing, tenang-tenang.
(4) Kata ulang kata bilangan
Contoh: satu-satu, dua-dua.
(5) Kata ulang kata ganti
Contoh: mereka-mereka, kita-kita.
8. Kata ulang semu
Di dalam bahasa Indonesia juga kita kenal seperangkat kata benda yang menunjukkan pengulanga suku kata, seperti gigi, kuku, dada, pipi, dan ada yang berupa pengulangan morfem, seperti paru-paru, pusar-pusar, yang mengacu ke bagian tubuh manusia. Selanjutnya masih ada seperangkat kata lain seperti, biri-biri, kupu-kupu, serta alun-alun, yang makna morfemnya tidak kita pahami lagi.
Dalam teori tata bahasa tradisional dewasa ini kata ulang seperti, paru-paru, kupu-kupu dan sebagainya disebut dengan kata ulang semu. Tanpa perulangan kata itu menjadi tidak bermakna dalam bahasa Indonesia.
Melihat dari penjelesan di atas ada yang menetapkan bahwa kata seperti itu bukanlah kata ulang, melainkan sebuah morfem dasar tunggal (kata tunggal)
9. Beberapa kata yang perlu ditinjau
Bentuk reduplikasi dengan perubahan bunyi serta dasar reduplikasi itu, seperti compang-camping, mondar-mandir tidak dapat dikaidahkan pemunculannya ataupun pembentukannya sehingga kita memerlukan leksikon (kamus) untuk mengetahuinya.
Golongan kata seperti itu masih perlu diteliti lagi adanya kemungkinan dimasukkannya ke dalam golongan kata ulang ataukah kata majemuk. Sebab, compang dan mondar tidak mempunyai makna tanpa digabun dengan camping dan mandir, atau sebaliknya.
Tinjauan seperti itu dapat diterapkan pada kata lambat-laun dan simpang-siur, misalnya. Rasanya terlalu dicari-cari bila dikatakan bahwa laun dan siur adalah perulangan daripada lambat dan simpang yang mengalami perubahan bunyi sebagian.
10. Penggunaan kata ulang yang berlebih-lebihan
Makna umum kata ulang pada dasar kata benda atau nomina terutama untuk menyatakan kataktunggalan atau jamak. Jadi, ketaktunggalan berarti bahwa bentuk ulang itu mengacu ke jumlah acuan yang lebih dari satu. Dengan demikian, bila ketaktunggalan itu sudah dinyatakan dengan bentuk ulang, tidak perlu lagi diikuti oleh kata bilangan atau numeralia yang menunjukkan jumlah lebih dari satu atau jamak. Perhatikan contoh berikut!
- Para guru sedang mengadakan rapat. (benar)
Para guru-guru sedang mengadakan rapat. (salah)
- Beberapa negara menyetujui usul itu. (benar)
Beberapa negara-negara menyetujui usul itu. (salah)
- Suatu keputusan sudah diambil oleh direksi perusahaan itu. (benar)
Suatu keputusan-keputusan sudah diambil oleh direksi perusahaan itu. ( salah karena kata suatu menyatakan benda yang kurang tentu jumlahnya hanya satu)
Dua buah kalimat di atas salah karena bentuk jamak dinyatakan dua kali. Kata para dan beberapa telah mengandung pengertian jamak. Oleh karena itu, kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tak perlu dijamakkan lagi dengan reduplikasi. Kalimat terakhir contoh tersebut juga salah karena di depan bentuk ulang menunjukkan benda tak tentu tunggal. Berikut ini beberapa contoh lainnya:
- Semua murid-muridnya sayang dan hormat kepadanya. (salah)
Semua muridnya sayang dan hormat kepadanya. (benar)
Murid-muridnya sayang dan hormat kepadanya. (benar)
- Telah diterima 50 buah lemari-lemari pakaian. (salah)
Telah diterima 50 buah lemari pakaian. (benar)
- Maka segala raja-raja pun hadir di pertemuan itu. (salah)
Maka segala raja pun hadir di pertemuan itu. (benar)
Maka raja-raja pun hadir di pertemuan itu. (benar)
Demikian pula kata-kata seperti: selusin, banyak, seluruh, seluruh, sekalian, sekodi, seribu, setumpuk, dan sebagainya, yang telah menunjukkan pengertian jamak tidak perlu lagi perulangan kata benda.
Bentuk perulangan yang salah karena sifatnya yang berlebih-lebihan (pleonastis) itu sebenarnya terpengaruh oleh bahasa asing, bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Karena kedua bahasa tersebut selalu mempunyai penyesuaian bentuk antara bilangan yang menunjukkan jumlah dengan bendanya. Perhatikan contoh dalam tabel berikut ini:
Bahasa Makna
Tunggal (singularis) Jamak (pluralis)
Inggris one book four books
Belanda een book vier boeken
Indonesia sebuah buku empat buku

Dalam bahasa Indonesia kata buku tidak dinyatakan dalam bentuk jamak atau tidak mengalami perubahan bentuk.
Pengunkapan yang berlebih-lebihan juga terjadi pada penggunaan kata kerja ulang yang didahului oleh kata saling. Makna saling sebenarnya sudah diungkapkan pada perulangan kata kerja tersebut maupun kata saling itu sendiri. Dengan demikian, jika makna saling itu sudah dinyatakan dengan bentuk ulang, maka tidak perlu lagi memakai memakai kata saling lagi, karena akan menimbulkan pengungkapan yang bersifat pleonastis. Perhatikan contoh berikut!
- Andi dan Amat saling dorong-mendorong. (salah)
Andi dan Amat saling mendorong. (benar)
Andi dan Amat dorong-mendorong. (benar)
Pada contoh di atas makna saling sudah dinyatakan oleh kata saling ataupun dorong-mendorong, sehingga penggunaan kedua kata tersebut pada kalimat pertama adalah tidak benar. Seharusnya hanya menggunakan salah satu kata dari kedua kata tersebut, untuk menghindari pengungkapan yang bersifat pleonastis
Semoga bermanfaat :)








































































































1 comment for "Kata Ulang"

  1. AH BOSEN NGGA BEDA SAMA YANG LAIN, SALING KUTIP AJA

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentar yang telah anda berikan